Sunday, October 20, 2013

Sensitometri



A.    Pengertian Sensitometri
Sensitometri adalah metode yang digunakan untuk mengukur karakteristik respon film terhadap radiasi baik dari cahaya tampak atau  sinar X. Caranya film diekspose dengan sinar X atau cahaya tampak dengan nilai eksposi tertentu untuk menghasilkan serial densitas, kemudian film di proses dan hasil densitasnya diukur dengan densitometer dan dibuat sebuah kurva yang dikenal dengan kurva karakteristik.
Sensitometry adalah sebuah pengukuran kuantitatif dari respon film x-ray saat diekspose dan saat processing. Kuantifikasi seperti kualitas gambar sangat penting, karena memungkinkan kita untuk memonitor perubahan variabel radiografi dan mendiagnosa masalah peralatan jauh sebelum mereka menjadi cukup buruk untuk menyebabkan paparan yang berulang kepada pasien. Ketika eksposur dan processing yang dipastikan konsisten, pemantauan sensitometric akan menunjukkan perubahan karakteristik dari film yang digunakan atau perubahan dalam sistem reseptor secara keseluruhan. Ketika film, layar dan saat eksposur dijadikan sebagai pemantauan, konstan sensitometric akan menunjukkan perubahan pada saat processing. Peralatan Sensitometric jauh lebih sensitif dibandingkan mata manusia, sehingga cenderung pada saat processing dapat dideteksi dan dikoreksi sebelum mereka menciptakan perubahan yang terlihat dalam kualitas radiografi.

Pengukuran Sensitometric terbatas pada fungsi visibilitas dari gambar: densitas, kontras, dan noise dalam bentuk fog. Ketiga kualitas ini tercermin dalam grafik respon densitas sebuah film untuk eksposur. Kami sebut sebagai kurva karakteristik, kurva sensitometric, atau H dan D kurva (dinamakan setelah Hurter dan Driffield yang mengembangkannya untuk analisis fotografi), grafik ini dapat diproduksi dengan mengekspos film dan menentukan tingkat kepadatan terhadap berbagai logaritma dari berbagai tingkat eksposur yang menghasilkan itu.
Sebuah paparan yang dikendalikan diperlukan untuk sensitometry. Ada tiga metode untuk mendapatkan eksposur yang sesungguhnya. Metode paling sederhana dan paling mahal adalah dengan menggunakan penetrometer stepwedge dan eksposur media. Langkah-langkah pada gambar masing-masing diukur pada densitometer dan diplot pada kertas grafik. Kerugian utama untuk teknik ini adalah bahwa hasil dapat dipengaruhi oleh variasi dalam eksposur yang disebabkan oleh fluktuasi listrik di mesin x-ray. Untuk hasil, semua variabel tersebut harus dihilangkan kecuali yang diteliti (biasanya karakteristik film atau saat processing).
Sensitometer ini dikembangkan untuk menghilangkan variabel paparan di sensitometry. Sensitometer adalah perangkat paparan cahaya yang secara otomatis menyesuaikan perubahan arus listrik untuk memastikan bahwa setiap eksposur yang dibuat seragam. Hal ini sudah diatur untuk selalu memberikan jumlah cahaya yang sama untuk film. Jika ada penurunan arus listrik, peredupan cahaya yang dipancarkan, maka akan memperpanjang waktu bukaan sampai jumlah yang tepat dari serangan cahaya film. Film x-ray akan ditempatkan di sensitometer dengan cara yang sama seperti kaset. Ketika tombol eksposur ditekan, lampu merah menunjukkan bahwa paparan berlangsung. Setelah lampu ini dipadamkan film ini dihapus dan diproses. Ia menghasilkan gambar yang sama dengan yang diperoleh dari stepwedge, tetapi pengukuran yang dilakukan jauh lebih handal.
Metode ketiga untuk mendapatkan eksposur sensitometry adalah dengan menggunakan strip sebelum expose. Strip film ini disusun oleh produsen yang hanya disimpan dalam bin film dan berjalan melalui prosesor bila diperlukan. Hal ini menghilangkan kebutuhan untuk sensitometer, tetapi harus dipertimbangkan bahwa jika strip disimpan dalam bin film untuk periode waktu yang lebih lama dari kotak biasa dari film disimpan, mereka mungkin menumpuk tingkat fog yang berlebihan dari usianya dan paparan safelight dan maka tidak akan dapat diandalkan sebagai indikator untuk saat ini.

B.     Fungsi Sensitometri
1.      Menilai speed relatif dari film sinar-x, misalnya menggunakan screen film   atau tidak, sebagai koreksi terhadap eksposi.
2.      Untuk menilai karakteristk film pada kondisi tertentu.
3.      Untuk mengevaluasi teknik factor eksposi, dan intensifying screen.

C.     Karakteristik Film
1.      Resolusi (Resolution)
Resolusi adalah kemampuan untuk mengakuratkan antara gambaran dengan obyek. Resolusi biasa disebut juga dengan detail, ketajaman dan daya urai (resolving power).
2.      Kecepatan (Speed)
Kecepatan (speed) adalah kecepatan atau besarnya kemampuan emulsi film dalam merespon sejumlah cahaya. Nilai speed dipengaruhi oleh ukuran kristal perak halida dan tebalnya. Makin besar kristal maka makin cepat kecepatan (speed) film tersebut. Film dengan kecepatan (speed) rendah memerlukan faktor eksposi yang besar, sedangkan film dengan kecepatan (speed) yang tinggi memerlukan faktor eksposi yang kecil.
3.      Kontras
Kontras film adalah banyaknya warna kehitaman (densitas) yang membedakan antara densitas minimum dan densitas maksimum. Adapun rentang densitas yang biasa digunakan dalam bidang radiografi adalah antara 0,25 - 2,00.
4.      Latitude
Latitude film adalah respon emulsi film terhadap rentang perbedaan nilai eksposi yang disebut juga dengan eksposi. Nilai latitude film ini berbanding terbalik dengan kontras film. Bila nilai latitude besar maka kontras akan rendah. Sedangkan bila nilai latitude kecil maka kontrasnya akan tinggi.

D.    Seri Eksposi dengan Dua Cara
1.      Time Scale Sensitometry
Kv, mA tetap yg berubah s
2.      Intensity Scale Sensitometry
-          dengan step wedge/penetrometer
-          dengan sensitometer
Persiapan Alat
1.      Metode Time Scale Sensitrometry
-          Pesawat sinar X
-          Film ukuran 24 x 30 cm plus kaset
-          Timbal penutup lapangan penyinaran
-          Densitometer
-          Processing
-          Kertas dan alat tulis
2.      Metode Intensity Scale Sensitometry
a.       Dengan menggunakan stepwedge
-          Pesawat sinar X
-          Stepwedge
-          Kaset dan film ukuran 24 x 30 cm
-          Processing
-          Kertas dan bolpoint Koin sbg penanda batas
b.      Dengan menggunakan sensitometer
-          Sensitometer
-          Film ukuran 18 x 24
-          Densitometer
-          Kertas sensitometric data sheet Processing
Prosedur Pengujian
1.      Metode Time Scale Sensitrometry
·         Siapkan kaset ukuran 24 x 30 cm yang telah terisi film.
·         Kaset diletakkan di atas meja pemeriksaan untuk dilakukan eksposi.
·         Buat 10 kali serial eksposi dengan Kv tetap (40) dan mA tetap (100) sedangkan s berubah. Nilai mAs yang di peroleh adalah 1, 2, 4, 8, 15, 30, 60, 100, 200, dan 300.
·         Setiap kali eksposi, lebar lapangan diatur berkisar 1-3 cm dam dibuat berurutan dati 1-10.
·         Setelah kesepuluh ekspose kemudian dibuat satu kali ekspose dengan film ditutup timbal, sehingga akan dihasilkan 11 serial ekposi.
·         Film dicuci secara standar, suhu dan waktu eksposi dicatat.
·         Setelah kering hasil dari masing-masing eksposi diukur densitasnya dengan densitometer.
·         Basic fog diukur pada daerah film yang dieksposi yang ditutup timbal.
·         Setelah itu dibuat tabel tentang eksposi, densitas yang dihasilkan dan nilai lognya.
·         Plotting kurva pada kertas millimeter atau sensitometric data sheet berdasarkan hasil pengukuran di atas. Kemudian dibuat kurva, sumbu vertikal adalah densitas dan sumbu horizontal adalah log relative eksposure.
2.      Metode Intensity Scale Sensitometri
a.       Dengan menggunakan stepwedge
·         Siapkan kaset 24 x 30 yang telah terisi film.
·         Letakkan stepwedge diatas kaset.
·         Atur sentrasi pada pertengahan stepwedge.
·         Luas lapangan penyinaran diatur secukupnya.
·         Buat 4 kali exposi dengan kV tetap(45) dan mAs berubah yaitu 4,8,12,16.
·         Tiap kali exposi, daerah yang tidak ingin terkena exposi ditutup luth timbal.
·         Setelah selesai, film diproses dalam kamar gelap.
·         Setelah kering, film diukur densitasnya dengan densitometer.
·         Buat tabel seperti diatas, sumbu vertikal merupakan densitas dan sumbu horizontal menunjukkan step.
·         Plotting kurva.
b.      Dengan menggunakan sensitometer
·         Proses dengan sensitometer dilakakukan di kamar gelap.
·         Keadaan dikamar gelap benar-benar gelap atau lampu pengaman safety light dimatikan.
·         Ambil selembar film, kemudian film tersebut dieksposi dengan menggunakan sensitometer.
·         Kemudian film dicuci dengan suhu dan waktu standar.
·         Setelah kering dicatat densitas masing-masing step (2x).
·         Plotting kurva karakteristik dengan sensitometric data sheet.

E.     Kurva Karakteristik
Kurva karakteristik merupakan kurva grafik yang memperlihatkan hubungan antara sejumlah eksposi dengan hasil densitas pada film. Kurva ini pertama kali ditemukan oleh Hurteen dan Drifield pada tahun 1890. Maka dari situlah kurva ini biasanya disebut dengan kurva H dan D atau biasanya juga disebut kurva D log E. Bentuk kurva tergantung dari cara membuat film, penyimpanan dan pengolahannya. Kurva karakteristik terdiri dari empat bagian yaitu:
1.      Tingkat Kabut (A-B)
Tingkat kabut merupakan daerah dengan densitas rendah. Densitas hampir tak tergantung dari eksposi. Sebagian besar dari penghitaman yang timbul dikarenakan oleh sebab yang tidak berhubungan dengan eksposi, misalnya karena penyerapan cahaya oleh lapisan film, terutama pada lapisan dasar (base). Densitas awal (fog level) selalu ada, meskipun telah disinar dengan sejumlah radiasi tertentu dan ditambah dengan densitas yang ada dari hasil eksposi tersebut. Daerah penghitaman atau densitas awal ini digambarkan sebagai garis horisontal (A-B).
2.      Daerah Jari Kaki (toe)
Densitas di daerah ini lebih besar sedikit dari tingkat kabut dan menunjukkan efek eksposi dan disebut dengan eksposi ambang. Pada daerah ini densitas naik secara perlahan dari 0,1 pada B sampai sekitar 0,4 pada C. Rentang  densitas ini menunjukan daerah terang dari radiografi.
3.      Daerah Garis Lurus (Stright line)
Bagian ini adalah daerah yang terpenting dari film radiografi. Dalam jangka waktu eksposi ini densitas berbanding lurus dengan log eksposi yang berarti perkalian eksposi dengan faktor yang sama akan menambah densitas dengan jumlah yang sama.
4.      Daerah Bahu (Shoulder) (D - E)
Pada daerah D ini merupakan daerah yang mempunyai densitas maksimum dari film radiografi.
5.      Daerah Solarisasi (E)
Daerah E dan seterusnya merupakan daerah solarisasi yang apabila diberi eksposi akan menyebabkan penurunan densitas film.

a.       Cara Pembuatan Kurva
1.      Eksposi dan Processing Film
Mengukur densitas yang dihasilkan.
2.      Plotting Kurva
b.      Teknik Membaca Kurva Karakteristik
1.      Ketebalan dasar film (base film thickness)
Untuk mendapatkan nilai ini, sebaiknya tidak mencuci film dengan developer. Karena penghitaman pasti akan ada disebabkan karena banyak faktor. Biasanya jika ingin mengukur kehitamannya maka film dimasukkan langsung ke dalam fixer, sehingga terjadi clearing total dan akan menambahkan densitas sebesar 0.05 - 0.1 dalam bentuk fog density RR. Charlton, (1992). Menurutnya nilai OD dari ketebalan dasar film besarnya berkisar 0.05 - 0.1, sedangkan menurut VD. Plats (1996) tidak lebih dari 0.06 OD sedangkan untuk blue base mencapai 0.2 OD. Tetapi nilai ini dalam aplikasinya tidak dihitung tersendiri, melainkan disatukan dengan basic fog (fog dasar).
2.      Basic Fog (basic plus fog)
Untuk mendapatkan nilai ini, biasanya pada lapisan ini benar-benar dihindari terjadinya eksposi akibat sensitometri. Sehingga jika kita menggunakan step wedge maka ada blok dengan timbal. Dan ketika sedang memproses sebaiknya tidak menggunakan safe light. Nilai toleransi yang diperkenankan antara 0.10 dan tidak boleh lebih dari 0.22 (Charlton, 1992).
3.      Daerah Toe (tumit)
Pada daerah ini film dipengaruhi oleh phenidone, dan di sini awal terjadinya proses pembangkitan film radiografi. Saat ini film mengalami peningkatan densitas.
4.      Daerah Straight Line (garis lurus)
Daerah ini juga disebut gamma film. Ini merupakan garis lurus kurva antara toe dengan shoulder. Daerah ini dinamakan garis lurus, karena film bekerja secara progresif linier dalam daerah yang luas. Nilai OD pada awalnya berkisar 0.25 sampai 0.5 dan daerah tingginya berkisar 2.0 - 3.0 OD. Menurut Charlton (1992) daerah ideal yang biasa digunakan pada radiodiagnostik (useful range density) adalah berkisar 0.5 - 1.25 sedangkan menurut Chesney (1984) sebesar 0.25 - 2.0, daerah yang sulit dianalisis yaitu 2.5 - 3.0, sedangkan daerah yang tidak terkena ekposi total adalah 2.3 - 3.0.
5.      Daerah Shoulder (bahu)
Daerah ini dinamakan bahu karena bentuknya seperti bahu yang landai. Daerah ini berakhir pada daerah solarisasi.
6.      Daerah D-Max (densitas maksimal) atau puncak
Daerah ini merupakan suatu titik balik, yaitu perilaku film yang densitasnya bertambah kemudian membalik menjadi kecil. Menurut Charlton (1992) pada daerah ini film telah mendapat eksposi yang banyak (sesuai kapasitas film), sehingga ion perak halida sudah terpenuhi dengan maksimal, sehingga sudah tidak dapat menerima sejumlah elektron lagi. Dan seandainya eksposi (elektron) ditambahkan, maka yang terjadi pelepasan elektron dari perak halida.
7.      Daerah Solarisasi
Yaitu merupakan daerah anti klimaks, ketika penambahan-penambahan sejumlah emulsi justru akan menyebabkan penurunan jumlah densitasnya.
c.       Analisis Kurva Karakteristik
1.      Daerah kabut (fog): A ↔ B
a)      Tidak tergantung dari besarnya eksposi.
b)      Tergantung dari penyimpanan film.
c)      Densitas dari base film.
d)     Di atas densitas fog  densitas akibat eksposi.
2.      Daerah tumit (toe): B ↔ C
a)      Daerah eksposi ambang.
b)      Daerah terang (opasitas).
c)      Daerah awal terjadinya penghitaman akibat eksposi.
d)     Besarnya: 0,1 – 0,4.
3.      Daerah garis lurus (straight line): C ↔ D
a)      Daerah signifikan dari film radiografi.
b)      Densitas berbanding lurus dengan eksposi.
c)      Kemiringan kurva (slope).
d)     Perbedaan densitas maksimum dari eksposi yang berbeda gamma film
4.      Daerah bahu (shoulder): D ↔ E
a)      Daerah sangat hitam D = 3 – 4.
b)      Daerah radiografi paru.
c)      Daerah kelebihan eksposi

F.      Kehitaman (Densitas)
D =
Io = intensitas cahaya mula-mula.
It  = intensitas cahaya pada tempat yang sama setelah melewati film.
Contoh:
Bila Io = 1000; It = 10
Maka
       D = Log 1000
                     10
           = 2


G.    Kontras Film (C) (1)
Merupakan nilai perbedaan derajat kehitaman. Faktor yang mempengaruhi :
·         Perbedaan koefisien atenuasi bahan ()
·         Ketebalan bahan. (d)
·         Kemiringan kurva karakteristik film (gamma film)
C = D2 – D1
                 = gamma. (Log E2 – Log E1)

H.    Gamma Film ()
Disebut juga Kemiringan kurva. Perbedaan densitas maksimum dari eksposi yang berbeda. Untuk film radiografi nilainya = 4
Gamma () nilainya:
=     D2 – D1         
    Log E2 – Log E1

I.       Kontras
Gamma (G = tan A)
Gradient Rata-Rata
            G =     Dy – Dx  (densitas guna)           
                        Log Ey – log Ex  ( lat. Film)
 Densitas guna = net density 0.25 – 2.0. Gradient rata-rata / kontras ditentukan oleh : emulsi film, jenis film( single/double), kondisi prosesing, IS.
J.       LATITUDE :
Adalah kemampuan sebuah film utk mencatat suatu jangka eksposi dengan rentang tertentu.
1.      Latitude Film : menggambarkan selisih antara batas atas dan bwah log eksposi relative atau  log Ey – log Ex kontras naik, lat. Film turun
2.      Latitude eksposi : adalah toleransi film thd kesalahan pemilihan faktor eksposi spt kVp, mAs, time , FFD pada saat eksposi dilakukan. Lat. Eksposi dipengaruhi oleh latitude film dan kontrast subject.

K.    SPEED
Speed sebuah film adalah sejumlah x ray eksposi yg diperlukan utk menghasilkan nilai densitas tertentu. Film A memiliki kecepatan relative thd film B maksudnya adalah rasio eksposi yg diperlukan oleh film B thd film A utk memperoleh nilai densitas tertentu dengan jumlah eksposi yg sama.
Speed point: titik pd kurva karakteristik dimana nilai densitasnya adalah 1 + b+f Speed exposure point: log eksposi yg menghasilkan speed point.
Bila film A speed eksp point = 2,0
            film B speed eksp point = 1,5
            Beda speed kedua film =
            antilog (2,0-1,5) = 3,16. Jadi film A 316 % kali lebih cepat dari film B.

L.     Manfaat Kurva H & D
1.      Mengetahui besar kecilnya fog level
2.      Menilai kontras film
3.      Menilai kecepatan film
4.      Menilai densitas maximum
5.      Untuk membanding satu film dengan yg lain
6.      Membandingkan IS satu dengan yg lain
7.      Mengetes cairan pembangkit
8.      Mengetahui latitude film
9.      Kontrol kualitas otomatik prosesing.

Sumber :
1.      http://www.babehedi.com/search/label/SENSITOMETRI
2.      http://books.google.co.id/books?id=Q_QzkjGp48cC&pg=PA307&dq=sensitometry&hl=id&sa=X&ei=XiFrT6PQMYztrQfoovSpAg&ved=0CD0Q6AEwAw#v=onepage&q=sensitometry&f=false
3.      http://books.google.co.id/books?id=iTwYI5rzeRMC&pg=PA604&dq=sensitometry+radiography&hl=id&sa=X&ei=fSRrT475DpCJrAeqmP2bAg&ved=0CFAQ6AEwBg#v=onepage&q=sensitometry%20radiography&f=false

No comments:

Post a Comment